Rabu, 14 Januari 2009

TAK ADA BERITA SEHARGA NYAWA!


Aku benar-benar ditampar Dewi Jtv waktu liputan pembongkaran rumah Rabu (14/1) lalu. Tamparan syahdu itu terasa dalam di hati, apalagi sampe bawa-bawa Sandra, anakku.

“Mas gak usah berlebihan gitu, kamu bisa jatuh! Ingat anakmu, Mas!” teriak Dewi yang berjarak hanya 30 senti dari tempatku berdiri.

Saat itu kami, beberapa jurnalis, rame-rame ambil gambar eskavator yang tengah menghancurkan bangunan dari atas sebuah atap. Atap rumah itu berbentuk flat, mungkin untuk menjemur pakaian.

Di pinggir atap memang diberi pagar. Tapi keamanannya benar-benar tidak terjamin! Gilanya, aku naik ke atas pagar supaya gambarku bagus.

Ketika Dewi berteriak dan menyebut anakku, kontan wajah Sandra terproyeksi jelas di depan mataku. Yang kelihatan waktu itu bukan eskavator yang meratakan bangunan, atau polisi yang tengah mengatur lalu lintas, tapi mimik muka Sandra yang sedang tertawa, nyegir, nangis, dan tidur.

Zap! Zap! Zap!
Melintas bebas seperti slide foto yang dipampang proyektor.

Untuk jurnalis tv freelance sebangsaku, satu berita tanyang dihargai Rp 250.000,-. Kalau gak ada yang ditayangkan, berarti ya gak bayaran. Maka dari itu jurnalis sejenisku selalu berusaha dapat gambar yang bagus dan dramatis.

Setelah dikaplok Dewi, langkah selanjutnya adalah turun dari pagar yang kunaiki. Dan merelakan mukaku dicaci maki produser, korda (koordinator daerah), bahkan kabiro (kepala biro) andaikata gambarku jelek. Kalau dimarahi, aku punya argumen, tempatnya tidak memungkinkan untuk mengambil gambar bagus. Berbahaya!

Trimakasih Dewi, Tuhan memberkatimu! Syalom elleikem wizr Jahhwe nazrm

6 komentar:

Anonim mengatakan...

bener mas,...nyari uang kan buat keluarga,..jangan sampai jangan sampai,.....!!1

Anonim mengatakan...

bener kata Brigadista nyari uang untuk kesejahteraan keluarga, jangan korbankan keluarga hanya untuk mencari uang

ika rahutami mengatakan...

bener mbok bener... untung kamu cepet sadar...

LOMBOK! mengatakan...

to all :)
SIAAAAAAAAAAAAAAAAP!!!!

kadang kondisi di lapanganmembuat kami sering lepas kendali dan berlaku sedikit progresif dan agak gila.

meski bgt, sering juga kami saling mengingatkan utk selalu eling lan waspodo.

ubi caritas est vera,
Deus ibi est

Ge Siahaya mengatakan...

Jadi merinding, soalnya teringat sama mrk yg mati terinjak2 saat pembagian zakat itu loh.. Huhuhu.. itu kan mirip2 juga, demi sekian jumlah uang, nyawa melayang.. Jangan ah mas Lombok, jgn pernah.. Emang ga akan ya kan? kan? kan?

Salam dari yg suka nengok dari luar pagar, hihi.. *ga berani masuk pager karena musti manjat, pintunya digembok*

LOMBOK! mengatakan...

jgn manjat pager, entar kecantol hehehehe....



Robin Moyer pada 1982 memotret beberapa jenazah pengungsi Palestina yang dibantai di Beirut, Lebanon.
jika hati bergetar,
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com