Rabu, 03 Oktober 2012

TERAS SADIS


Surabaya 2 Oktober 2012
 

Sambil mengantuk dia mencoba terus jaga
Dahinya hampir dekati lutut yang tekuk
Terhampas tak pasrah di teras swalayan itu

Liurnya menetes pelan tanpa sadar tahu
Merambat pelan dari mulut meresap ke bajunya

Giginya dikeroposi usia sudah habis
Bahkan sulit menahan liur menetes di bibir bawahnya yang tebal
Pecah-pecah bibirnya dibakar panas Surabaya

Dia bukan pengemis
Dia orang kuat
Hanya melarat
Tak seberuntung kita yang bisa mandi kapan saja
Yang bisa bercanda semua saat

Kantuknya sejenak ditahan untuk mengintip sesaat
Supaya nampak siap kalau ada yang mau kerupuknya

Dia tak sudi ajal datang kala sedang tak berguna
Meski ajal bukan perlu ditakut baginya

Dia orang berguna
Dia orang terpandang, seharusnya
Banyak orang tidak memandang

Sambil menyapu lirik di ekor mata pengunjung keluar masuk
Ada berjalan. Ada bersepeda motor. Ada bermobil
Dia cuma beharap krupuknya laku

Tak ada ingin punya mobil bahkan yang melintas di pikirnya
Dia paham hasratnya tak perlu sampai ke sana
Cukup menghabiskan jualannya untuk menyambung nyawa
Untuk bisa makan malam ini cukuplah

Jipang
Krupuk ikan
Kuku macan
Masih dua karung


Robin Moyer pada 1982 memotret beberapa jenazah pengungsi Palestina yang dibantai di Beirut, Lebanon.
jika hati bergetar,
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com