Jumat, 14 November 2008

SUMPAH IBLIS

Surabaya, 16 November 1999



Kami, Iblis hamba neraka,
kali pertama menangis melihat ulah manusia
mengiris jantung saudaranya
menyayat lidah tetangganya
menggorok tenggorokan temannya
mencacah perut gurunya
merampok rumah ibadah
menjarah kebanggaan
meruntuh tempat bersujud
menohok tunas kerabat dekatnya
melahap yang betul-betul melahap
darah lawan tak berdaya

Kami, Setan laskar neraka,
kali pertama miris menyaksi bangganya
manusia sembunyi berselimut
kain dua warna

kali pertama enggan melihat nikmatnya
manusia melahap usus korbannya
dimasak mimakan bersama
dikata rasa asli segurih madat

Kami, Berkasak pengacau dunia,
kali pertama muak melihat
keperkasaan jantan manusia tutupi
sejarah hitam bangsa
tuduh sejawat paling tanggung atas jawab peristiwa
terjadi nusantara lolong berpilu

Kami, Jin benteng pertahanan neraka,
kali pertama merasa tertandingi
aksi manusia berbangga menyeringai riang
bermata putih menombak dada wanita tua disaksi cucu
balita menangis serak suara daya tiada bersimpuh
air mata lumuri pertiwi meronta


Kami, segenap hamba neraka raya,
berani bersumpah demi raja junjungan kami
bahwa kami belum pernah diperintah
menghasut manusia berkeji raja tega
seperti yang kami saksikan baru saja.



Sambas – Ambon – Timor Leste

4 komentar:

JudithNatalia mengatakan...

Ambon mas?Tentang Ambon,aku pernah menyaksikan dgn mata kepalaku seseorang yang sedang berusaha berlari saat malaikat kematian akan mencabut nyawanya,dan aku hanya bisa menangis saat ia meregang nyawa....

LOMBOK! mengatakan...

wah seru tuh bisa nyampe Ambon dan jadi saksi mata. sementara aku cuma nulis bds referensi dari media. what a shameful tragedy

L. Pralangga mengatakan...

Dari ambon terus ke barat benua hitam ini.. tragedi itu terus berulang..

Moga2 dengan tulisan mu ini bsia menggugah banyak mata dan bertindak bijak kedepan-nya.

LOMBOK! mengatakan...

trimakasih bang ksatrio wojo ireng. tidak semua orang bisa mencerna puisi. Anda dan Judith ( dan beberapa pengunjung lain) salah satunya. trimakasih atas apresiasinya.

kita tidak anti kekerasan, tapi pro perdamaian (Mother Theresa). dua-duanya punya arti sama, tapi efek psikologisnya beda



Robin Moyer pada 1982 memotret beberapa jenazah pengungsi Palestina yang dibantai di Beirut, Lebanon.
jika hati bergetar,
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com