Rabu, 05 November 2008
Diajari sampah, Soni hutankan mangrove
Kerut di wajahnya belum juga nampak. Iapun masih lincah saat bermanuver menggunakan sepeda motor di pematang tambak. Tapi Mochson yang akrab disapa Soni benar-benar sudah kakek satu cucu.
Soni bukanlah warga asli Wonorejo. Karena alasan pekerjaan, dia kini berdomisili di Wonorejo dekat gardu induk PLN. Ia karyawan sebuah pengembang sekaligus salah satu warga perdana di sana.
Setiap ada waktu senggang pemilik kumis tebal ini menyusuri pinggiran sungai Surabaya atau kali Londo—demikian warga menyebut— hingga muara sungai menggunakan perahu bersama beberapa nelayan dan warga Wonorejo. Ia bermaksud menanami pesisir dengan bakau untuk mencegah abrasi.
Sejak 2004 lalu bapak 3 anak ini getol menanami pematang tambak, bibir sungai, hingga pesisir pantai dengan bibit Soneratea alba atau bogem. Untuk jenis tanaman yang satu ini, ia punya metode khusus temuannya sendiri. Metode rumput kering.
Tidak sulit kok. Biji buah bogem dimasukkan dalam ikatan rumput kering. Tujuannya agar biji tidak berhamburan keluar jika tersapu ombak. Dalam satu gumpalan rumput kering, Soni memasukkan sekitar dua puluhan biji. Akar bakau yang tumbuh nantinya akan mempunyai pegangan. Lalu rumput berisi biji bogem tadi ditanam dengna cara membenamkan ke dalam tanah.
Sebelum menggunakan metode ini, bibit bogem yang ia tanam selalu gagal. Alias layu sebelum berkembang bin hidup cepat mati muda. Saat itu ia menggunakan metode primitif, dengan langsung menanam biji ke dalam tanah.
Anehnya banyak tunas justru tumbuh dari sela-sela sampah yang mampir di pesisir sungai akibat terbawa ombak. “Dari pengamatan itu, muncul ide menggunakan metode rumput kering.” kata Soni.
Menurut Soni, bogem tidak cocok dibiakkan dengan stek. Stek membuat pertumbuhan bogem sangat lambat dan bodinya kurus. Hasil yang kurang baik juga terjadi pada pembibitan dengan menggunakan polybag.
Dengan metode baru temuannya ini, ia yakin mampu menghasilkan bakau yang punya daya bertahan hidup yang cukup tinggi di tengah ganasnya terpan ombak. Ini sudah terbukti dengan ratusan bogem yang kini tumbuh kokoh menahan daratan di pesisir sungai.
Bogem untuk penghijauan?
Menurut pengamatan laki-laki kelahiran Bojonegoro 54 tahun silam ini, bogem punya karakter kuat. Yaitu bisa tumbuh di luar habitat aslinya. Jenis bakau yang bentuk buahnya sangat eksotis ini, juga mampu hidup dalam kondisi salinitas air yang minim, meski hal itu dibutuhkan semua jenis bakau.
Yang menggiurkan, buah bogem yang aromanya sangat menggugah selera ini juga bisa dimanfaatkan menjadi beberapa produk bernilai ekonomi tinggi. Buah bogem bisa diolah menjadi sirup, dodol, dan cuka.
Bogem menjadi satu-satunya buah tropis yang mengandung vitamin A, C, sekaligus beryodium tinggi. Dan berfungsi sebagai anti oksidan. Menurut warga sekitar, bogem mampu mengobati diare, batuk, hingga mencegah stroke.
Hal ini yang dipakai Soni untuk merubah pola pandang pemanfaatan bakau oleh warga sekitar. “Maksud saya biar masyarakat itu tahu manfaat buahnya, dan mengubah pola mereka dari menebang pohon menjadi memetik buah.” harap Soni.
Upaya Soni menanam bakau sejak 10 tahun lalu cukup membuahkan hasil. Sekitar 100 hektar lahan terabrasi berhasil ia tanamai berbagai jenis bakau.
Namun mantan pegawai Badan Pertanahan Nasional Bojonegoro yang juga pernah jadi tukang foto keliling ini, masih punya “pekerjaan rumah” yang menumpuk. Dari sekitar 350 ribu hektar kawasan hutan mangrove, masih ada 25 hektar lahan kosong yang belum tertanami.
Ini bukanlah pekerjaan mudah. Mengingat hasil menanam tidak bisa dilihat hanya dalam 1 atau 2 hari saja. Sambil menunggu hasil tanam, Soni selalu cemas karena ancaman ombak mengikis daratan bukan ilusi. Ombak yang menggerogoti daratan bisa merobohkan tanaman bakau yang masih muda.
Belum lagi ada kecurigaan masyarakat pada aktivitas penghijauan hutan mangrove yang dilakukan Soni. Betapa tidak, Soni yang terkenal sebagai penanam hutan mangrove juga tercatat sebagai pegawai sebuah pengembang perumahan.
Ibarat serigala berbulu domba, bisa jadi kepeduliannya terhadap hutan mangrove hanya balutan cantik agar daratan terjaga. Sehingga daratan untuk pembangunan perumahan selalu tersedia.
Soni tampak tidak sewot dengan kecurigaan ini. Ia membeberkan, aktivitasnya menghutankan mangrove mendapat donasi dari koceknya sendiri “Kecurigaan itu dari dulu sudah ada. Sejak awal penanaman, tidak ada pihak yang menyandang dana.” jawabnya enteng.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
jika hati bergetar,
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com
4 komentar:
ayo kita tunggu Soni-soni yang lain....
hmmm... kok nunggu? kenapa gak memulai berkarya?
ya.. seperti SBY-JK aja lah..
bersama kita bisa :D hehehehe
Buah bogem....hhmmm baru tau saiya...adakah gambarnya mas?
sesi itu ada postingannya sendiri hehehe harap bersabar :)
Posting Komentar