Surabaya, 22 Mei 2002
Kita berpelukan
Kekasih, kau terus membujukku untuk tinggal.
Kata-kata lembutmu
kalimat halusmu sungguh membuat aku gentar
Tetes-tetes air matamu membiaskan pandangmu.
Aku terhempas.
Kita berpelukan erat.
Jemari lentikmu meremas genggam pundakku.
Kau curahkan segala sayangmu.
Bisikkan masnismu benar mengguncang tulang sendiku.
Cintaku,
jangan kau kira aku tak dengar.
Jantungku berhenti berdegub.
Aku tetap harus pergi.
Tetapi cintaku sungguh sebatu karang. Aku ingin di sini.
Kita masih berpelukan.
Bibir mungilmu masih berbisik padaku
tentang sampan cinta kita
tentang samudra suka cita
tentang keriaan nanti.
Rambut hitammu begitu dasyat berteriak kepadaku,
"Tinggalah, Cintaku!"
Deru jantungmu hingar gemuruh mengiba, "Aku haus..."
Cintaku,
jangan pikir aku picingkan mata,
jangan bersangka aku bertebing terjal.
Jangan buat aku tinggal di sini.
Kita masih berpelukan kencang.
Dan aku benci melepas pelukanmu.
Aku benci untuk meninggalkanmu.
Aku maki diriku untuk melepaskanmu.
Cintaku, maaf aku telah mengecap cintamu...
maaf, kau telah mengecap cintaku...
Cintaku, kau tetap tak mau melepas pelukanmu,
meski aku sudah katakan
Kekasih,
aku buronan!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
jika hati bergetar,
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com
1 komentar:
waduh... klo UU Pornografi bener2 disahkan. aku bakal ditangkep Oom polisi gara2 positng puisi ini. dasar UU gak paham seni. yg ngesahkan kepalanya dipenuhi isi usus besar
Posting Komentar