Surabaya, 7 Juni 2008
bergelut kelu temaram
menabuh mangkuk kusam, ting! ting! ting!
itu sendok bebek mengirama bertempo ting! ting! ting!
tak jua laku bersurut kurang 7 mangkuk ini
aku letih ngilu
pundakku lekang dikalungi buluh ini
kerikil menggigiti tumitku tak bisa dihalangi sendal jepit tipis lagi
rumahku masih jauh dari ini
kacang ijo bubur diterangi oblik jelaga
pinggangku peyok lantaran runtuh
tempo terus ting! ting ! ting!
masih kusimpan 7 mangkuk ini
semua gang tak lagi congkak
semua debu jeda bergolak
ting!
itu kulihat aku teronggok
pikul memburai, para mangkuk para sirna
oblik lunglai terbaliknya
aku bisa nampak aku
tak perlu lagi nyanyi ting! ting! ting!
itu, Sobatku memeluk bangga jiwa
sejuk, hangat, intim
Senin, 09 Juni 2008
Selasa, 03 Juni 2008
Netra Mangkara
Surabaya, 2 Juni 2008
Tak lekang meregang suram hitam
Legam sekar wangi berserak warni
Gelap runtuh tersirat warna semerbak
Aku buta!
Aku netra!
Netra jiwa melantak adab!
Tuna pantang aku berserah!
Mereka kata,
Bagai bodoh si netra membingkai para berbuta
Aku jiwa!
Aku buta tak lihat apa
Aku buta tak kecap gemerlap
Aku buta tak sua kerling bianglala
Mereka kata,
Nan tolol pengarah jua kaum nista mata
Aku buta menuntun para buta
Aku buta melihat lesat jangkau para netra
Aku, si buta, lantang menantang,
Kau netra, tak malu berbalut agama?
Kau mata, hina nian mengecap harta lain?
Kau punya lihat, biadab berjuluk manusia!
saya terang-terangan mengecam ungkapan “seperti orang buta menuntun orang buta”. ungkapan ini sungguh menghina para tuna netra. mereka yang bisa melihat, toh tidak berbuat banyak buat para tuna netra.
Biadab!
Tak lekang meregang suram hitam
Legam sekar wangi berserak warni
Gelap runtuh tersirat warna semerbak
Aku buta!
Aku netra!
Netra jiwa melantak adab!
Tuna pantang aku berserah!
Mereka kata,
Bagai bodoh si netra membingkai para berbuta
Aku jiwa!
Aku buta tak lihat apa
Aku buta tak kecap gemerlap
Aku buta tak sua kerling bianglala
Mereka kata,
Nan tolol pengarah jua kaum nista mata
Aku buta menuntun para buta
Aku buta melihat lesat jangkau para netra
Aku, si buta, lantang menantang,
Kau netra, tak malu berbalut agama?
Kau mata, hina nian mengecap harta lain?
Kau punya lihat, biadab berjuluk manusia!
saya terang-terangan mengecam ungkapan “seperti orang buta menuntun orang buta”. ungkapan ini sungguh menghina para tuna netra. mereka yang bisa melihat, toh tidak berbuat banyak buat para tuna netra.
Biadab!
Lalu Tak Mati
Surabaya, 19 Februari 2008
sepoi menurunkan angin
angin bertiup jadi badai
bunga mekar pasal buah
buah masak jadi ranum
moyang berpinak ayah-bunda
ayah bunda mesra jadi awak
lampau lahirkan kini
tonggak sejarah esok
pantanglah hirau lalu
enggan lupa kemarin
hari ini berada sebab dulu
sekarang untuk merenda masa di depan
sepoi menurunkan angin
angin bertiup jadi badai
bunga mekar pasal buah
buah masak jadi ranum
moyang berpinak ayah-bunda
ayah bunda mesra jadi awak
lampau lahirkan kini
tonggak sejarah esok
pantanglah hirau lalu
enggan lupa kemarin
hari ini berada sebab dulu
sekarang untuk merenda masa di depan
Langganan:
Postingan (Atom)
jika hati bergetar,
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com