Rabu, 21 Mei 2008

Bergelut Dengan Cemooh



Diremehkan tetangga sekitar tidak menjadikan Pur patah arang dengan kondisi fisiknya yang bagi sebagian orang, kurang menguntungkan. Berangkat dari ketertarikannya pada dunia otomotif, kini Pur mampu membuka bengkelnya bersama adiknya. ia bahkan mampu mempekerjakan seorang karyawan.

Slamet Purnomo mengalami polio sejak lahir. namun Pur, demikian ia akrab disapa, pantang menyerah. Bapak satu anak ini tekun menggeluti ketertarikannya pada roda gigi sepeda motor dan bau bensin yang menyengat. Meski hanya mempelajari mesin secara otodidak tidak mengurangi keakuratan analisa Pur dalam mengobati sakit pada sepeda motor kliennya.

Dasar sudah hobi, dengan mudah Pur menyerap berbagai ilmu mekanika yang diajarkan adiknya, Samsul. Dan dari hobi dan ketekunannya itulah, kedua orang tua Pur membangunkan sebuah bengkel di kawasan Keputih Tegal, Surabaya.

“Kowe nek tak gawekno bengkel yok opo, Le?” kata Pur menirukan tawaran orang tuanya.

Pur menuturkan saat awal merintis usahanya 2000 silam, banyak orang yang mencemooh dan meremehkan keterbatasan fisiknya. Tapi tidak seorangpun mampu menyurutkan pria ramah ini. Cibiran itu justru menjadi cambuk bagi bapak 1 anak ini untuk bertahan dan terus berjuang. “Wah sudah nggak terhitung lagi yang menghina saya.” kata Pur sambil tersenyum cuek.

Dua kruk dari bilah pipa air yang terbilang cukup berat itu menjadi teman setia Pur kemanapun ia pergi. Kruk bukanlah penghambat baginya untuk maju. Baginya dua kruk itu adalah alat bantu kerja, layaknya obeng untuk membantu membuka sekrup.

Kegigihannya selama 8 tahun berbuah limpah. Kini pelanggan Pur mengalir seperti arus sungai. Tenang tapi berlanjut. Lumintu. Banyaknya pelanggan ternyata tidak mengurangi mutu garapan Pur. Daryanto salah seorang pelangannya mengakui ini, “Kerjanya bagus dan rapi.”

Pur mengaku tidak ragu menjalani hidupnya meski menyandang cacat. Apalagi ditemani Muji Minarti, istri tercintanya dan Axal Gimnastiar, anaknya yang masih 5 tahun.

Pur bersama teman-temannya di Ikatan Alumni Yayasan Yenyandang Cacat, IKA YPAC Surabaya, selalu berkoordinasi untuk memberdayakan para penyandang cacat. Pur selalu mendorong para penyandang cacat untuk mau membuka lapangan kerja sendiri, dengan memanfaatkan ketrampilan masing-masing. “Untuk teman-teman saya para penyang cacat, jangan hanya menunggu bantuan orang. Kita sendiri yang harus membantu diri kita sendiri. Gunakan ketrampilan yang kita miliki. Pasti banyak manfaatnya.”

Sebagai seorang mekanik tekad Pur hanya memberikan pelayanan yang prima agar para pelanggannya puas. Terutama agar dunia tahu, penyandang cacat tidak bisa dipandang sebelah mata.

(22/02/08)

Tidak ada komentar:



Robin Moyer pada 1982 memotret beberapa jenazah pengungsi Palestina yang dibantai di Beirut, Lebanon.
jika hati bergetar,
andai darah mendidih,
rangkai kata kunanti
pada puisilombok@gmail.com